Advertisement
Published: March 31st 2006
Edit Blog Post
Keinginanku dikabulkan sekalipun aku tidak memintanya Junjungan semua orang Kisten ialah Yesus. Yesus adalah figur laki-laki dan gambaran umum laki-laki ialah keras, tegas (keputusan tidak berubah), yang jalan pikirannya, anti menangis.
Sedangkan gambaran perempuan ialah lemah (lembut), fleksibel (keputusan mudah berubah), yang jalan perasaannya, mudah menangis. Yang menjadi pemikian orang, Yesus adalah laki-laki sehingga sifatnya sebagai laki-laki, kurang sifat keibuannya. Padahal sebenarnya sifat Yesus lembut sekali. Yesus kasihan melihat banyak orang yang tentunya lapar, sehingga orang-orang itu diberi makan. Pada waktu menghidupkan anak yang meninggal, setelah anak itu hidup lagi, Yesus menyuruh agar anak itu segera diberi makan. Yesus menangis pada waktu Lazarus meninggal.
Tetapi sekalipun kelembutan dan sifat keibuan Yesus besar, bagi sebagian besar orang Katolik, gambaran keibuan dimiliki oleh Bunda Maria.
Banyak gurun di dunia antara lain Sahara, Kalahari, Gobi, Sinai dsb. Tetapi dari banyak gurun itu, yang rasanya sangat berkenan di hati saya (Dr Johanes E.G.) ialah gurun Arafa (Arafah). Setiap kali teman atau pasien pulang naik haji dan bercerita tentang gurun Arafa, rasanya gurun itu sangat menyeramkan seperti kaya mendengar kawah Candradimuka. Entah mengapa sekalipun menyeramkan, tetapi saya ingin sekali mengunjungi gurun Arafa, ingin merasakan panas gurun itu, bagaimana suasananya dsb.
Pada waktu
Wisata dan Ziarah ke Holyland tanggal 7 - 16 Oktober yang lalu, tanggal 12 Oktober 2005 adalah hari kami meninggalkan Israel menuju Mesir. Hari itu kami berangkat ke perbatasan Mesir pukul 06.00 pagi, tidak sarapan di hotel tetapi kami dibekali makanan (breakfast box). Hari itu kami harus keluar Israel menuju Mesir dan hari itu adalah hari raya perayaan Yom Kipur, hari besar Israel dan kantor imigrasi di perbatasan hanya buka setengah hari. Kalau kami terlambat, tidak bisa keluar dari Israel. Itulah sebabnya kami buru-buru dan sopir bus memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi-terkendali, artinya bukan tinggi-ngawur. Dari peta saya tahu bahwa hari itu kami akan melalui gurun Arafa dan menjelang sampai perbatasan Mesir saya tanya ke Jerrias (tour guide), gurun apa yang sedang kami lalui, dijawabnya gurun Arafa.
Saya pandang gurun Arafa itu dari dalam bus, bentuknya ya sama saja seperti gurun yang kemarin-kemarin, tetapi kok rasanya ada bedanya, bedanya apa ya gak tahu. Tetapi inilah gurun yang saya kagumi dan sebenarnya saya ingin mengambil sebutir (sebongkah) batu dari Arafa. Tidak terpikirkan saya akan minta bus berhenti sebab orang lagi terburu-buru kok saya minta bus berhenti hanya akan turun di gurun. Dan kalau nantinya terlambat, saya kan pasti tidak enak, terlambat
karena gara-gara saya minta bus berhenti. Begitulah saya hanya dapat menikmati gurun Arafa dari dalam bus saja.
Bus melaju terus tetapi tiba-tiba bus terbatuk-batuk dan akhirnya berhenti. Sopir mengutak-atik kunci kontak, persneling, dan entah apa lagi, tetapi mesin bus tetap tidak mau jalan. Bus berhenti, saya ingin turun untuk merasakan panasnya gurun Arafa, tetapi rasanya kurang enak minta pintu dibuka, sebab panas dari luar akan masuk dan orang-orang lagi cemas, saya jalan-jalan di luar. Jadi saya hanya dapat memandang gurun Arafa dari dalam bus saja.
Tiba-tiba di seberang sana saya melihat sebuah batu, ya batu biasa, batu gurun dan pada saat itu timbul dalam pikiran saya pemikiraan bagaimana kalau gangguan mesin bus itu diatasi dengan penangkal. Saya menganalisis dengan Radiestesi (Ilmu Gelombang) apakah batu itu dapat dijadikan penangkal agar bus jalan. Ternyata dapat dan caranya batu itu diambil, ditaruh di lantai bus dekat bangku pertama dan gangguan bus akan teratasi. Saya bilang ke Romo Sumardiyo, Andrie dan Jerryas (tour guide) bahwa kalau batu itu diambil dan ditaruh di lantai bus, mesin akan lancar. Mereka tertawa. Saya juga bilang ke beberapa teman dan mereka semua tertawa disangkanya saya ngaco, mau membuat joke. Tetapi sekalipun tidak percaya, tetapi percaya juga sehingga
akhirnya pintu bus dibuka dan saya keluar ke gurun Arafa. Udara sangat panas, tetapi kering sehingga hembusan angin menimbulkan rasa panas yang sejuk. Saya pergi naik bukit sedikit dan mengambil batu yang sesuai dengan analisis saya secara Radiestesi dan saya kembali ke bus. Dengan hati berdebar-debar, takut dan malu kalau-kalau gagal, batu saya letakkan di lantai bus dan kemudian Tarikh, sopir bus menstarter, jreng-jreng mesin hidup, dan secara spontan orang bertepuk tangan. Bus jalan dan perjalanan lancar sampai ke perbatasan Israel-Mesir. Kami diperiksa imigrasi dan selanjutnya masuk daerah Mesir dan kami memakai bus Mesir, guidenya juga orang Mesir. Di Sini kami berpisah dengan guide dan sopir Israel yang selama ini menemani kami yaitu Jerrias dan Tarikh.
Dalam perjalanan selanjutnya, saya memikirkan kejadian tadi, sebenarnya aneh. Dalam hati kecil saya ingin merasakan suasana gurun Arafa, tetapi jelas tidak mungkin karena orang sedang gugup, masa saya meminta bus berhenti. Apa yang terjadi kemudian? Bunda Maria dapat merasakan keinginan saya, anaknya. Bunda Maria tidak dapat menerima anaknya “dikecewakan”, sebab masalahnya sangat simpel, hanya berhenti sebentar. Jadi barangkali kabel bus itu ditarik sedikit oleh Bunda Maria, sehingga bus terbatuk-batuk sampai akhirnya berhenti. Kemudian Bunda Maria memberi bisikan kepada saya “Coba kamu analisis batu
di seberang sana untuk memperbaiki mesin bus.” Ternyata batu itu dapat dipakai, sehingga saya mempunyai alasan kuat untuk turun dari bus. Setelah batu ditaruh di lantai bus, Bunda Maria menyambung lagi kabel bus, sehingga pada waktu distarter bus jalan lagi. Mengapa ini pekerjaan Bunda Maria? Ya biasalah yang peka terhadap perkara téték-béngék seperti ini ya perempaun, jadi siapa lagi kalau bukan Bunda Maria.
Advertisement
Tot: 0.122s; Tpl: 0.017s; cc: 10; qc: 56; dbt: 0.0511s; 1; m:domysql w:travelblog (10.17.0.13); sld: 1;
; mem: 1.2mb
anonymous
non-member comment
dream
nama saya Gadman sungguh senang melihat photo2 mengenai Jerusalem.saya terharu melihat photo2 itu. mimpi saya dan kerinduan yang sangat mendalam untuk bisa menjejakkan kaki dan melihat langsung tempat yang TUHAN JESUS pernah datang. walaupun saya sadar saya adalah orang yang tidak mampu secara ekonomi untuk berangkat kesana.tetapi doa saya selalu kiranya TUHAN kasih kesempatan. setidaknya ketika TUHANku JESUS datang.kerinduan saya dibawa ke Jerusalem. terimakasih TUHAN memberkati